POLITAMA

Rabu, 03 Februari 2016

ETIKA DAN NORMA SEKRETARIS

PENGERTIAN ETIKA DAN NORMA
  A.     Pengertian Etika
 1.       Asal-usul
 Etika (Etimonologik) berasal dari Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adapt. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga Adat atau Cara hidup.Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau Moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan Etika dipakai untuk pengkajian system nilai-nilai yang ada.Contoh :   -   Perbuatan itu bermoral-    Sesuai dengan norma-etika. Istilah lain yang identik dengan Etika : a.       Susila (Sanksekerta) yang lebih menunjuk kepada dasar-dasar , prinsip, aturan hidu (atau sila) yang lebih baik (su).
 b.      Akhlak (Arab) Moral berarti Akhlak. Etika berarti Ilmu Akhlak.
  Etika merupakan cabang dari Filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan (banar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi Etika, ia mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika hendak mencari, tindakan manusia manakah yang baik. (Poedjawijatna, 1972:3). 2.       Definisi Etika
 “The normative science of the conduct of human beings living in societies is a science which judge this conduct to be right or wrong, to be good or bad, or in some similar way. This definition says, first of all, that ethics is a science, and a science may be defined as a systematic and more or less complete body of knowledge about a particular set of related events or objects”. (William Lillie 1957: 1-2).“The term “ethics” is used in three different but related ways, signifying 1) a general pattern or way of life’ 2) a set of rules of conduct or’ moral code’ 3) inquiry about ways of life and rules of conduct”. (Paul Edwards. 1967 : 81-82). “Ethic (from Greek Ethos,’character’) is the systematic study of the nature of value concepts, ‘good’, ‘bad’, ‘ought’, ‘right’, ‘wrong’, etc. and of the general principles which justify us in applying the general principles which justify us in applying them to anything; also called ‘moral philosophy’ (from Latin mores, ‘customs’). The Present article is not concerned with the history of ethics but treats its general problems apart from their historical setting”. (Encyclopaedia Britanica, 1972: 752). “Ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan”. (Ki Hajar Dewantara, 1962:459). “Ilmu pengetahuan ini tidak membahas kebiasaan yang semata-mata berdasarkan tata adab(manners), melainkan membahas adapt yang berdasarkan atas intisari manusia, ialah suatu adat-istiadat yang terikat pada pengertian “baik” atau “buruk” dalam tingkah laku manusia. “Etika berhubungan dengan seluruh Ilmu Pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai: antropologi, psikologi, sosiologi,ekonomi,ilmu politik dan ilmu hokum. Perbedaannya terletak pada aspek keharusnya (ought). Perbedaan dengan Teologi moral, karena tidak bersandarkan pada kaidah-kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang dilahirkan tenaga manusia sendiri”. (Austin Fogothey:3-4). “Ethics is branch of philosophy: it is moral philosophy or philosophical thinking about morality, moral problems, and moral judgements…..The term ‘moral’ and ‘ethical’ are often used as equivalent to ‘right’ or ‘good’ and as opposed to ‘immoral’ and ‘unethical’. But we also speak o moral problems, moral judgements, moral codes, moral arguments, moral experiences, the moral consciousness, or the moral point of view. ‘Ethical’ is used in this way too. Here ‘Ethical’ and ‘moral’ do not mean ‘morally right’ or ‘morally good’. They mean ‘pertaining to morality’ and are opposed to the ‘non-moral’ or ‘non-ethical’, not to the ‘immoral’ or ‘unethical’ “. (William Frankena    1973: 5-6).“A system of ethics, therefore,would mean code, or a set of principles, that formed a consistent, coherent, and integrated whole. But in order to arrive at this coherence, we must seek the ultimate criterion by which acts or rules of action have been or should be tested”. (Henry Hazlitt, 1964: 6).      Etika sering juga disebut etik berasal dari kata yunani “ etos” artinya norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah bagi tingkah laku manusia yang baik. Menurut Drs.  Sidi Gazolba disebutkan bahwa etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan  manusia dipandang  dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
      Menurut pandangan para ahli etika sebenarnya tidak hanya ukuran perilaku yang baik saja, bahkan merupakan teori yang membedakan baik dan buruk sesuai dengan tingkat kecerdasan akal manusia.  Dengan kata lain bahwa etika atau etik tidak lain adalah aturan perilaku adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk.      Lama-kelamaan bahwa etika tidak hanya teori tentang tingkah laku akan tetapi sudah berkembang menjadi ilmu tentang tingkah laku yang sebagian dari filsafat yang mengembangkan teori tentang tindakan. Weber ’S  dictionary secara terperinci dikemukakan  bahwa etika merupakan prinsip-prinsip yang di sistematisasi tentang tindakan moral yang benar.      Di dalam  A handbook of Christion Ethic disebutkan bahwa prinsip-prinsip moral yang benar berkembang menjadi tindakan kebiasaan, karakter. Menurut Ilmu normatif manusia dipandang sebagai tenaga moral mempertimbangkan tindakan kebiasaan, karakter dengan tujuan yang benar atau salah serta keendrungan kepada yang baik dan yang buruk.      Menurt Dr. A. Vioemans mengemukakan pentingnya menanamkan  pendidikan etika dilingkungan pendidikan sebab antara etika dan etik terdapat hubungan yang erat dengan masalah penddikan.      Tujuan pendidikan salah satunya adalah mengembangkan tingkat kecerdasan manusia, sehingga  dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk  sesuai dengan tuntutan masyarakat, kemudian mau berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup yang beradap.Dari berbagai definisi di atas, perlu diberikan beberapa catatan. Lillie menggolongkan etika sebagai ilmu pengetahuan normative yang memberikan pertimbangan perilaku manusia dalam masyarakat apakah baik atau buruk, benar atau salah. Dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan dengan tegas sebagi filsafat moral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya. Batasan yang diberikan Fagothey begitu luas, etika berhubungan dengan ilmu antroologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu hokum. Etika berbeda dengan bidang-bidang tersebut dalam aspek tinjauanya dari segi keharusan. Etika harus juga dibedakan dari teologi moral. Definisi Fagothey nampak kurang menunjukan sifat dasar etika itu sendiri. Frankena menjelaskan bahwa etika sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran kefilsafatan tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Dari berbagai definisi tentang etika dapat diklasifikasikan 3 jenis definisi:a.       Yang menekankan pada aspek historic.
b.       Yang menekankan secara deskriptif.
c.       Yang menekankan pada sifat dasar etika sebagai ilmu yang normative dan bercorak kefilsafatan.
 Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.Jenis yang kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik-buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi demikian tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, evaluatif , yang hanya memberikan nilai baik buruk terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkanadanya fakta, cukup memberikan informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Atas dasar jenis definisi yang terakhir ini etika digolongkan sebagai pembicaraan yang bersifat informatif, direktif, dan reflektif.Definisi dari suatu disiplin ilmu selalu saja kurang memadai dengan apa yang ingin diungkapkannya. Tetapi andaikata rumusan atau definisi itu diuraikan selengkapnya dengan panjang lebar, tentu bukan definisi yang baik . Pendapat Hazlitt mengenai sistem etika cukup dapat memberikan pengarahan. Sistem etika dapat berarti suatu kode atau suatu kumpulan asas yang membentuk suatu kesekuruhan yang konsisten, koheren, dan terpadu. Tetapi agar dapat tercapai koherensi, harus dicari kriteria dengan cara bertindak, atau menetapkan aturan dari perilaku yang diuji.Jelaskah bahwa pengertian etika dari segi arti kata saja kurang memberikan gambaran lengkap bagaimana etika dapat digunakan dalam segala kehidupan manusia. Apalagi jika dikaitkan dengan perkembangan etika kontemporer yang sudah sangat luas jangkauannya. Persoalan tentang baik-buruk, benar-salah, mulai lebih banyak dianalisa dari segi "mengapa" dan "bagaimana" daripada "apa" nya. Menunjukkan adanya problem meta-etika yang tidak dapat begitu saja dipecahkan dengan teori-teori normatif, tidak berarti persoalan etika normatif harus mendapatkan pembenaran meta-etika. Tetapi keterkaitan dan kesepakatan meta-etika akan berguna bagi kebulatan tanggung jawaab atas norma-norma yang telah diyakini. Dari segi ini, kurang tercermin jika etika hanya difahami dari sudut etimologik semata-mata. 3.      Objek Etika
 Objek etika (menurut Franz Von Magnis, 1979: 15-16) adalah pernyataan moral. Apabila diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam: pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang unsusr-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud, dan watak. Ada himpunana pernyataan ketiga yang tidak bersifat moral, tetapi penting dalam rangka pernyataan tentang tindakan. Skemanya adalah sebagai berikut : Skema II.1 :
                        Perincian: 1)      Dalam beberapa pernyataan kita mengatakan bahwa suatu tindakan tertentu sesuai atau tidak sesuai dengan norma-norma moral dan oleh karena itu adalah betul, salah, dan atau wajib.
Contoh: "Engkau harus mengembalikan uang itu", "Mencuri itu salah", "Perintah jahat tidak boleh ditaati", disebut: pernyataaan kewajiban.2)      Orang, kelompok orang dan unsur-unsur kepribadian (motif, watak, maksud, dan sebagainya) kita nilai sebagai baik, buruk, jahat, mengagumkan, suci, memalukan, bertangggung jawab, pantas ditegur, disebut: pernyataan Penilaian Moral.
3)      Himpunan pernyataan ketiga yang harus diperhatikan adlah penilaian bukan moral.
Contoh: Mangga itu enak. Anak itu sehat. Mobil ini baik. Kertas ini jelek; sebagainya. Perbedaan Penting Pernyataan di Atas:1)      Pernyataan kewajiban tidak mengenai tingkatan. Wajib atau tidak wajib, betul atau salah, tidak ada tengahnya.
2)      Penilaian moral dan bukan moral mengenal tingkatan. Mangga dapat agak enak, enak sekali. Watak dapat amat jahat atau agak jahat; dan sebagainya.
 Suatu tindakan tdak baik atau buruk, melainkan betul atau salah, wajib atau tidak wajib. Karena baik dan buruk menginginkan tingkat-tingkatnya, sedangkan tindakan itu hanya dapat sesuai atau tidak sesuai dengan norma moral, maka yang baik tau buruk adalah orang yang menjalankan tindakan itu, atau maksudnya dan motifnya di dalam berbuat demikian. Penilaian bukan moral memainkan peranan terbesar dalam hidup sehari-hari; dan terus-menerus mengarahkan tindakan kita kepada yang kita nilai baik, menyenangkan, berguna, adil, menarik, dan sebagainya. Nilai-nilai itu diselidiki oleh Filsafat Nilai atau Aksiologi. Tetapi dalam Etika, penilaian bukan moral hanya perlu diperhatikan sejauh ada kewajiban terlebih dulu. Nilai moral direalisasikan dalam melekukan tindakan yang sesuai dengan kewajiban. Orang dinilai sebagai jujur, misalnya, karena tidak melakukan korupsi. Tentu saja penilaian itu hanya masuk akal, karena telah diandaikan bahwa korupsi itu sesuatu yang tidak boleh. Macam dan dalamnya nilai moral-apakah itu kesetiaan, kebesaran hati, kesucian, apakah orang itu sangat setia, atau sekali ini setia- tergantung baik dari kekhususan kewajiban moral maupun dari kekhususan situasi saat kewajiban itu dilakukan. Memberi makan kepada anak kecil dan menyelamatkannya dari rumah yang sedang dimakan api, sama-sama berarti melakukan kewajiban, tetapi nilai moral tindakan yang satunya lebih tinggi. Inti Etika adalah analisa pernyataan kewajiban. Penilaian bukan moral disinggung sejauh diperlukan dalam rangka pembicaraan pernyataan kewajiban. Dari bidang nilai-nilai moral dibicarakan kebebasan dan tanggung jawab. (Magnis, 1979:16). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar